BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah Negara
kepulauan yang memiliki bermacam- macam suku, kebudayaan dan bangsa.
Kebudayaan yang beraneka ragamtersebut tentu dapat terjadi karena perbedaan
suku yang sangat terlihat pada setiap wilayahdan daerah di Indonesia. Tentu
saja ini menjadi sebuah tradisi yang turun- temurun sejak dahulu.Kebudayaan ini tentu saja harus
kita pelihara dan lestarikan keberadaannya, inimerupakan bekal untuk generasi
yang akan datang agar mereka juga bisa mengetahui danmelihat keindahan,
keunikkan dan keaslian dari kebudayaan tersebut.Pada kesempatan kali ini,
penulis ingin memberitahu tentang kebudayaan yangada di Indonesia. Khususnya
kebudayaan yang berada di daerah Sulawesi Selatan yaitu³suku Bugis´ melalui 7 unsur kebudayaan yang ada.Melihat
keunikkan dari daerah Sulawesi selatan ini sendiri, penulis tertarik
untuk membahasnya lebih lanjut. Sulawesi Selatan memiliki berbagai macam
kebudayaan yangsangat unik seperti suku bugis, toraja, Makassar, dsb. Sungguh
sangat menarik jika diteliti.Kebudayaan
mereka pun tidak jauh berbeda dan saling berhubungan.
1.2
Batasan
Pembahasan
1.
Identifikasi Suku-Bangsa Bugis
2.
Sistem Kekerabatan
3.
Sistem pengetahuan
4.
Agama
5.
Mata Pencaharian Hidup
6.
Bahasa, Tulisan dan
Kesusasteraan
7.
Teknologi
8.
Kesenian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi
Kebudayaan Bugis Makasar adalah
kebudayaan dari suku-bangsa Bugis-Makassar yang mendalami bagian terbesar dari
jazirah selatan dari pulau sulawesi. Dimana terdiri atas 23 kabupaten,
diantaranya dua buah kota-madya. Penduduk propinsi Sulawesi Selatan terdiri
dari empat suku-bangsa ialah : Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar. Orang Bugis
mendiami kabupaten-kabupaten Bulu-kumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo,
didenreng-Rappang, Pinreng, Polewali-Mamasa, Enkereng, Luwu, Pare-pare, Barru,
Pangkajenen Kepulauan dan Maros. Pangkajenen dan Maros merupakan daerah-daerah
peralihan yang penduduknya menggunakan bahasa bugis dan makassar. Kabupaten
Enrekang merupakan daerah peralihan Bugis-Toraja dan penduduknya sering
dinamakan orang Duri.
Orang Makassar mendiami
kabupaten-kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan Pangkajene
(Bugis-Makassar). Orang Toraja ialah penduduk Sulawesi Tengah, sebagian juga
mendiami propinsi Sulawesi Selatan, ialah wilayah dari kabupaten Tana-Toraja
dan Mamasa (Toraja Sa’dan). Orang Mandar mendiami kabupaten Majene dan Mamuju.
2.2 Sistem Kekerabatan
Perkawinan dalam hal mencari jodoh
dalam kalangan masyarakat desanya sendiri, adat Bugis-Makassar menetapkan
sebagai perkawinan yang ideal :
1. Perkawinan
assialang marola (dalam bahasa
Makassar passialleang baji’na) :
antara saudara sepupu derajat kesatu baik dari pihak ayah maupun ibu.
2. Perkawinan
assialanna memang (dalam bahasa
Makassar passialleanna) : perkawinan
antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu.
3. Perkawinan
antara ripaddeppe’ mabelae (dalam
bahasa Makassar nipakambani bellaya)
: perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga juga dari kedua belah pihak.
Adapun perkawinan-perkawinan yang
dilarang karena dianggap sumbang (salimara’)
adalah :
1. Perkawinan
antara anak dengan ibu atau ayah.
2. Antara
saudara-saudara kandung.
3. Antara
menantu dan mertua.
4. Antara
paman atau bibi dengan kemenakannya.
5. Antara
kakek dan nenek dengan cucu.
Perkawinan yang dilangsungkan
secara adat melalui deretan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Mappuce-puce
(dalam bahasa Makassar akkusissing) :
kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk memeriksa
kemungkinan apakah peminang dapat dilakukan. Kalu kemungkinan itu tampak ada,
maka diadakan.
2. Massuro (dalam
bahasa Makassar assuro) : kunjungan
dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk
membicarakan waktu pernikahan, jenis mas-kawinnya, belanja perkawinan, dan
penyelenggaraan pestanya. Setelah tercapai persepakatan maka masing-masing
keluarga melakukan.
3. Madduppa (dalam
bahasa Makassar ammuntuli) :
pemberitahuan kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.
2.2
Sistem Pengetahuan
Sampai tahun 1965 , karena keadaan kekacauan
terus-menerus sejak zaman jepang, zaman revolusi, dan zaman pemberontakan kahar
muzakar, maka perkembangan di sulawesi selatan amat terbelakang kalau dibangkan
dengan lain-lain daerah di indonesia walaupun demikian di kota-kota, usaha
memajukan pendidikan berjalan juga dan sesudah pemulihan kembali keadaan aman,
maka disampin rehabilitaasi dalam sektor2 ekonomi, sarana dan kehidupan
kemasayarakatan pada umum nya, usaha dari lapangan pendidikan mendapat
perhatian yang khusus.
2.3 Agama
Religi orang Bugis-Makassar dalam
zaman pra-Islam, seperti tampak dari sure’ Galigo, sebenarnya telah mengandung
suatau kepercayaan satu dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama
seperti :
1. Patoto-e
(dia yang menentukan nasib).
2. Dewata
seuwa-e (dewa yang tunggal).
3. Turie
a’rana (kehendak yang tertinggi).
Sisa-sisa kepercayaan lama seperti
ini masih tampak jelas misalnya pada orang To Lotang di kabupaten
Sidenreng-Rappang dan pada orang Amma-Towa di Kajang, kabupaten Bulukumba.
Waktu agama islam masuk ke Sulawesi
Sealatan pada permulaan abad ke-17, maka ajaran Tauhid dalam Islam, mudah dapat
di pahami oleh penduduk yang telah percaya kepada dewa yang tunggal dalam La Galigo. Demikian agama islam mudah
diterima dan proses itu dipercepat dengan dan oleh kontak terus-menerus dengan
pedagang-pedagang Melayu islam yang sudah menetap di Makassar, maupun dengan
kunjungan-kunjungan orang Bugis-Makassar ke negeri-negeri lain yang sudah
beragama islam.
Hukum Islam atau syari’ah
diintegrasikan ke dalam panngaderreng
dan menjadi sara’ (unsur yang mengandung pranata-pranata dan hukum Islam)
sebagai suatu unsur pokok darinya dan kemudian menjiwai keseluruhannya.
Kira-kira 90% dari penduduk
Sulawesi Selatan adalah pemeluk agama islam, sedangkan hanya 10% memeluk agama
kristen protestan atau katolik. Kegiatan da’wah islam dilakukan oleh organisasi
islam yang amat aktif sepetri Muhamadiyah, Darudda’wah wal Irsjad,
partai-partai politik islam dan ikatan mesjid dan musholla dengan pusat
islamnya di Ujung Pandang. Kegiatan-kegiatan dari missi katolik dan penyebar
injil lainnya juga ada di Sulawesi Selatan
2.4 Mata Pencaharian
Penduduk Sulawesi Selatan pada umumnya petani seperti penduduk
dari lain-lain daerah di Indonesia. Di berbagai tempat di pegunungan, di
pedalaman dan tempat-tempat terpencil lainnya di Sulawesi Selatan seperti di
daerah orang toraja, banyak penduduk msih melakukan cocok tanam dengan teknik
peladangan.
Adapun pada orang Bugis dan
Makassar yang tinggal di desa-desa di daerah pantai, mencari ikan merupaka n
suatu mata pencaharian hidup yang penting. Memang orang Bugis dan Makassar
terkenal sebagai suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangkan suatu
kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Kebudayaan maritim dari orang
Bugis-Makassar itu tidak hanya mengembangkan perahu-perahu layar dan kepandaian
berlayar yang cuckup tinggi, tetapi juga meninggalkan suatu hukum niaga dalam pelayaran, yang disebut Ade’ Allopi-loping Bicaranna Pabbalu’e dan yang tertulis pada lontar oleh Amanna
Gappa dalam abad ke-17. Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang
Bugis dan Makassar, akibat dari kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah
lampau itu.
Sebelum Perang Dunia ke-II, daerah
Sulawesi sealatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengexport beras
dan jagung ke lain-lain tempat di Indonesia. Adapun kerajinan rumah tangga yang
khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari Mandar dan wajo
dan tenunan sarung Samarinda dari Bulukumba.
2.5 Bahasa, Tulisan dan Kesusasteraan
Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi
dan orang Makassar bahasa Mangasara. Kedua bahasa tersebut pernah dipelajari
dan diteliti secara mendalam oleh seorang ahli bahasa Belanda B.F.Matthes, dengan mengambil berbagai
sumber, kesusateraan tertulis yang sudah dimiliki oleh orang Bugis dan Makassar
itu sejak berabad-abad lamanya. Huruf yang dipakai dalam naskah-naskah
Bugis-Makassar kuno adalah aksara
lontara, sebuah sistem huruf yang asal dari huruf sansekerta. Sejak abad
permulaan abad ke-17 waktu agama islam dan kesusasteraan islam mulai
mempengaruhi Sulawesi Sealatan, maka kesusasteraan Bugis dan Makassar ditulis
dalam huruf Arab (aksara serang).
Naskah-naskah kuno dari orang Bugis
dan Makassar hanya tinggal ada yang ditulis diatas kertas denga pena atau lidi
ijuk (kallang) dalam aksara lontara
atau dalam aksara serang. Di antara
buku terpenting dalam kesusasteraan Bugis dan Makassar adalah buku Sure Galigo. Suatu himpunan amat besar
dari suatu mitologi yang bagi banyak orang Bugis dan Makassar masih mempunyai
nilai yang keramat. Selain itu juga mempunyai fungsi sebagai pedoman dan tata
kelakuan bagi kehidupan orang, seperti buku himpunan amanat-amanat dari nenek
moyang (paseng), buku himpunan
undang-undang, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemimpin-pemimpin
adat (rapang). Kemudian ada juga
himpunan-himpunan kesusasteraan yang mengandung bahan sejarah, seperti silsilah
raja (Attoriolong) dan
ceritera-ceritera pahlawan yang dibubuhi sifat-sifat legendaris (pau-pau). Akhirnya ada juga banyak
buku-buku yang mengandung dongeng rakyat, catatan-catatan tentang ilmu gaib (kotika) dan buku-buku yang berisi
syair, nyanyian-nyanyian, teka-teki dan sebagainya.
2.6 Teknologi
Suku bugis di makasar sebagai salah satu pewaris bangsa bahari. Banyak
bukti yang menunjukan suku bugis piawai menguasai lautan dengan perahu layar.
Perantauan mereka sudah terkenal sejak beberapa abad lalu. Mereka tidak hanya
menguasai perairan wilayah nusantara, banyak bukti yang membuktikan bahwa sejak
dulu pelaut bugis makasar telah sampai disemenanjung malaka, singapura,
Filipina, Australia, madagaskar ,dan lain sebagainnya. Salah satu jenis perahu
yang digunakan untuk berlayar ialah perahu pinisi. Perahu jenis ini telah
digunakan oleh pelaut bugis sejak ratusan tahun lalu. Diluar Sulawesi selatan,
perahu pinisi lebih dikenal sebagai perahu bugis.
Menurut beberapa sumber perahu yang dipergunakan masyarakat pesisir ada
beberapa jenis. Tetapi, pada umumnya perahu yang mereka gunakan adalah perahu
kecil yang digunakan untuk mendukung aktivitas mereka sehari-hari. Menurut
legenda, perahu besar baru mulai dipergunakan sejak zaman saweri gading seperti
disebutkan dalam lontarak ilaga ligo. saweri gading adalah putra raja luwu yang
pertama kali menggunakan perahu yang berukuran besar. Perahu tersebut dibuat
dengan kekuatan medis oleh neneknya yang bernama la toge langi (gelar batara
guru) selanjutnya mereka percaya bahwa dari rakitan itulah mereka mendapatkan ilham
dasar membuat perahu yang terbuat dari lembaran-lembaran papan. Mereka percaya
konstruksi perahu saweri gading telah dibakukan oleh nenek moyang mereka yang
selanjutnya menjadi pola perahu yang terkenal yaitu pinisi.
Bagi orang lemo-lemo, mereka percaya bahwa keahlian membuat perahu yang
mereka miliki bersumber dari penemuan saweri gading demikian pula orang bira
mereka percaya bahwa keahlian berlayar yang mereka miliki sejak dahulu diwarisi
dari penemuan layar dan tali temali perahu dari saweri gading.
Untuk perahu jenis lainnya, masyarakat suku bugis yang bermata pencaharian
sebagai nelayan mampu merakit perahu bercadik atau perahu kecil yang bernama
padewakang. Umumnya perahu ini digunakan para nelayan untuk berburu ikan.
2.7 Kesenian
Alat musik:
1.Kacapi(kecapi)
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku
Bugis,
Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang
memiliki dua dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan,
bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang
memiliki dua dawai,diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan,
bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
2. Sinrili
Alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan
dengan
membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain
duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain
duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
4.
Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar
seperti rebana.
seperti rebana.
5.
Suling
Sulingbambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
• Suling calabai
(Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi
dan dimainkan bersama penyanyi
• Suling
dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah
Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau
acara penjemputan tamu.
Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau
acara penjemputan tamu.
Seni Tari
• Tari
pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika
kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran
dan kehormatan
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika
kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran
dan kehormatan
• Tari
Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang
sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan
perempuan-perempuan Bugis.
sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan
perempuan-perempuan Bugis.
• Tari
Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria),
namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari
Pabbatte(biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari
Pabbatte(biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suku-Bangsa Bugis adalah bagian
terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi.
3.2 Saran
Mengetahui
DAFTAR PUSTAKA
sumber yang anda ambil dari ,mana.
BalasHapus