(Pertemuan
ke-1) :
MANUSIA DAN
LINGKUNGAN ALAM FISIK
Manusia adalah makhluk hidup yang
tidak bisa dilepaskan dengan alam dan lingkungannya. Kedua variabel ini saling
terkait satu sama lainnya. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam di sekelilingnya.
Lingkungan alam fisik adalah salah satu fakor utama bagi manusia untu dapat
memepertahankan hidupnya. Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, dengan
akal yang dimiliknya inilah manusia mampu mengolah alam di sekitarnya untuk
mempertahankan hidupnya.
Kondisi lingkungan fisik mmapu
menopang kehidupan manusia, adanya sumber daya produktivitas yang dimiliki oleh
alam akan dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka beradaptasi dengan alam tempat
tinggalnya. Alam akan menyediakan kebutuhan manusia, sedangkan manusia adalah
makhluk yang mampu mengolah alam. Jadi dari hal ini terlihat bahwa manusia
dengan lingkungan alam tidak akan dapat dipisahkan.
Namun selain sisi positif yang
dikemukakan di atas hubungan antara manusia dengan alam fisik, terdapat juga
hubungan yang negatif antara manusia dengan alam yang diakibatkan oleh tingkah
laku manusia terhadap alam yang menimbulkan kerusakan.
Manusia dengan sikap yang berlebih
terhadap pemanfaatan alam akan mangakibatkan terjadinya kerusakan di alam.
Kebutuhan manusia untuk tetap melanjutkan kehidupan menuntut manusia untuk
selalu memanfaatkan nilai produktivitas atau nilai guna yang dimiliki alam hingga akhirnya alam sendiri tidak mampu
lagi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kondisi seperti inilah yang nantinya
akan menimbulkan permasalahan serius terhadap kondisi alam.
Permasalahan antara manusia dengan
lingkungan alam inilah yang akan menjadi fokus pembahasan dalam antropologi
ekologi dalam melihat hubungan antara manusia, kebudayaan dan lingkungannnya
dengan berbagai permasalahn yang ditimbulkannya.
(Pertemuan
ke-2)
SEJARAH DAN
RUANG LINGKUP
KAJIAN
ANTROPOLOGI EKOLOGI
A.
Sejarah Antropologi Ekologi
Ahli pertama yang mencetuskan
lahirnya antropologi ekologi adalah Julian Steward yang berasal dari Amerika
Serikat (1955). Ia mengkaji mengenai
saling keterkaitan antara perubahan sosial dengan lingkungan, bahwa sebenarnya
perubahan sosial (social change) juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, sosial-budaya, binaan).
B. Ruang Lingkup Kajian Antropologi Ekologi
Antropologi adalah sebuah disiplin
ilmu yang mempelajarai manusia dengan segala unsur kebudayaannya. Sedangkan
ekologi mempelajari mengenai lingkungan hidup. Jadi antropologi ekologi
mempelajari bagaimana manusia hidup dengan kebudayaannya yang terwujud dalam
bentuk (sistem pengetahuan, pola pikir, tingkah laku, nilai-nilai dalam
masyarakat) yang mempengaruhi lingkungan hidup.
Antropologi ekologi adalah :
1.
Mengkaji
permasalahan lingkungan dengan menggunakan konsep-konsep antropologi. Karena
permasalahan lingkungan selalu dipengaruhi oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
suatu masyarakat.
2.
Ilmu
lingkungan yang dipahami dengan konsep antropologi, pendekatan antropologi,
teori antropologi.
Antropologi ekologi mengkaji
permasalahan manusia dan lingkungan dengan menggunakan konsep-konsep
antropologi, dikarenakan permasalahan lingkungan selalu dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Jadi antropologi ekologi adalah
suatu kajian di dalam ilmu antropologi yang mengkaji khusus tentang ekologi
manusia, yaitu manusia, lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat. Jadi, hal-hal yang menjadi pokok kajiannya adalah manusia, lingkungan
dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang menghasilkan pola pikir dan pola
perilaku adaptasi untuk mempertahankan hidup di lingkungannya.
Berdasarkan objek kajian dari
antropologi ekologi, maka yang dikatakan dengan pendekatan antropologi ekologi
adalah suatu pendekatan atau metode yang digunakan untuk meneliti dan mengkaji
korelasi antara manusia, lingkungan serta kebudayaan dalam suatu masyarakat.
Pendekatan antropologi ekologi adalah pendekatan yang memfokuskan pendalamannya
terhadap ekologi manusia dan kebudayaan. Hal ini terkait dengan objek ilmu
ekologi dan juga objek ilmu antropologi. Dimana antropologi menggabungkan kedua
konsep ini untuk lebih memahami masyarakat secara mendalam. Karena manusia
tidak hanya hidup di lingkungan fisik saja, namun yang lebih penting lagi
manusia juga hidup di lingkungan sosial-budaya yang sangat mempengaruhi
kehidupan manusia terkait dengan bagaimana manusia menginterpretasikan
lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya. Oleh karena itu pendekatan
antropologi sangat dibutuhkan untuk mengkaji manusia dengan lingkungannya.
Ketika ilmu-ilmu lain tidak mampu memecahkan masalah lingkungan seperti ilmu
alam yang hanya mengkaji lingkungan fisik dengan wujudnya yang nyata saja, maka
disinilah dibutuhkan peranan pendekatan antropologi ekologi untuk memecahkan
masalah manusia dengan lingkungannya. Karena hubungan manusia dengan lingkungan
tidak bisa dikaji dari aspek fisik saja, namun jauh lebih penting dari itu
aspek kebudayaan yang mempengaruhi hubungan manusia dengan lingkungannya itulah
yang perlu dikaji.
C. Manfaat
Mempelajari Antropologi Ekologi
Isu-isu lingkungan merupakan sebuah
isu internasioanal dan tidak bisa dipecahkan dengan menggunakan satu ilmu saja,
karena ilmu saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk
memecahkan masalah lingkungan inilah diperlukan kajian antropologi kologi.
Dalam mengelola lingkungan hal
mendasar dan yang terpenting dalam
tindakan manusia terhadap pengelolaan lingkungan adalah budaya yang dimiliki
suatu masyarakat.karena kebudayaan merupakan pedoman dalam bertingkah laku dan
menjadi pegangan bagi pemiliknya. Itulah sebabnya kenapa permasalahan
lingkungan tidak bisa dipecahkan dengan ilmu seperti biologi, kimia, dll. Satu
hal penting dalam mengkaji manusia adalah bahwa manusia mempunyai kebudayaan
yang di dalamnya terdapat nilai, norma yang menjadi acuan dalam bertindak. Oleh
sebab itulah dalm mengkaji permasalahan lingkungan diperlukan adanya analisis
antropologi ekologi.
(Pertemuan
3)
MANUSIA, KEBUDAYAAN DAN LINGKUNGAN
Manusia adalah makhluk yang
bertindak didasarkan atas kebudayaan yang dimilikinya, kerena kebudayaan yang
dimilikinya merupakan sebuah pedoman yang dijadikannya untuk berpikir dan
berperilaku. Kebudayaan dengan manusia tidak bisa dilepaskan, karena keduanya
saling terkait. Tidak ada manusia tanpa kebudayaan dan tidak aka nada
kebudayaan tanpa adanya manusia.
Selain itu yang penting lagi adalah
lingkungan. Lingkungan adalah tempat manusia hidup yang juga tidak bisa
dilepaskan dari manusia. Menusia membutuhkan alam yang meiliki nilai guna yang
akan dimanfaatkan oleh manusia untuk mempertahankan hidupnya. Manusia akan
mengolah alam untuk mencukupi kebutuhannya. Dalam mengolah lingkungan inilah
manusia menggunakan kebudayaannya untuk memilih bagaimana cara atau strategi
yang digunakan oleh manusia untuk dapat memanfaatkan alam sehingga kehidupannya
tetap berlanjut.
Kebudayaan yang dijadikan pedoman
oleh manusia dalam bertindak akan membantu manusia mengubah alam menjadi
lingkungan yang mampu menghasilkan apa yang dibutuhkannya.
(Pertemuan
ke-4)
KEBUDAYAAN,
ADAPTASI DAN KONSEP-KONSEP
ANTROPOLOGI
EKOLOGI
Variabel adaptasi, lingkungan dan
kebudayan merupakan merupakan hal yang sangat penting bagi mnausia, dan ketiga
hal itu saling terkait satu sama laian. Adaptasi merupakan suatu strategi
penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk merespon terhadap
perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapinya. Melalui adaptasi yang
dilakukan itulah manusia dapat bertahan hidup di lingkungannya dengan berbagai
tantangan yang ada di setiap lingkungan. Tantangan yang dilahirkan oleh
lingkungan (lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya) menuntut manusia
untuk mampu hidup selaras dengan lingkungannya. Karena dengan hidup selaras
dengan lingkungannyalah manusia dapat mempertahankan hidupnya. Jika manusia
tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya maka ia akan gagal dan terseleksi
oleh lingkungannya sendiri. Oleh karena itu kondisi lingkungan sangat
mempengaruhi strategi adaptasi apa yang dipilih oleh manusia yang nantinya juga
akan melahirkan strategi yang berbeda pula dalam setiap masyarakat untuk
menjawab tantangan yang ada di lingkungannya.
Adaptasi yang dilakukan manusia terhadap lingkungan tersebut menunjukkan
adanya hubungan antara manusia dan lingkungannya. Sedangkan keterkaitannya
dengan kebudayaan adalah bahwa kebudayaan merupakan ekspresi adaptasi manusia
terhadap kondisi lingkungannya. Perbedaan lingkungan tempat tinggal akan
mempengaruhi kebudayaan masing-masing masyarakat, dan perbedaan kebudayaan akan mempengaruhi pola-pola adaptasi yang
dilakukan. Jadi berdasarkan penjelasan diatas terlihat keterkaitan antara
adaptasi, lingkungan dan kebudayaan yang saling terikat satu sama lain dan merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam realitas ekologi manusia. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan saling terkait antara lingkungan fisik dan sistem
sosial budaya masyarakat.
Adapun konsep-konsep yang terdapat
dalam antropologi ekologi adalah :
1.
Manusia
adalah makhluk hidup yang akan selalu mempertahankan kehidupannya dengan
memanfaatkan lingkungannya agar bisa menghasilkan sesuatu untuk mencukupi
kebutuhannya.
2.
Kebudayaan
adalah pola pikir yang membentuk manusia bagaimana cara ia dalam bertindak atau
berperilku dalam menghadapi lingkungannya.
3.
Adaptasi
adalah sebuah usaha atau upaya yang dilakukan oleh manusia untuk hidup selaras
dengan lingkungan di mana ia berada baik itu lingkungan fisik, lingkungan
sosial maupun budaya agar dapat tetap mempertahankan kehidupannya.
4.
Lingkungan
adalah suatu tempat dimana manusia dapat mempertahankan hidup dengan
memanfaatkan nilai produktivitas yang dimiliki lingkungan tempat tinggalnya.
(Pertemuan ke-5)
TEORI DAN
PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI EKOLOGI
1. Pendekatan Etnoekologi
Pendekatan antropologi
ekologi dicetuskan oleh ahli antropologi yang berlatar belakang linguistik.
Pendekatan ini berasal dari etnosains yang pertama kali diperkenalkan oleh
Conklin tahun 1954.
Pendekatan etnoekologi berusaha melukiskan lingkungan
sebagaimana lingkungan tersebut dilihat oleh masyarakat yang diteliti (emic).
Asumsi dasar pendekatan etnoekologi adalah bahwa
lingkungan atau “lingkungan efektif” bersifat kultural sebab lingkungan
obyektif yang sama dapat dipahami secara berlainan oleh masyarakat yang berbeda
latar belakang lingkungan budaya yang dikodefikasi dalam bahasa. Oleh karena
itu dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan etnoekologi hal pertama yang
dilakukan oleh peneliti adalah memahami lingkungan dengan menggungkapkan
taksonomi-taksonomi, klasifikasi-klasifikasi yang ada dalam istilah-istilah
lokal. Sebab taksonomi dan klasifikasi inilah terkandung pernyataan-pernyataan
atau ide-ide masyarakat yang kita teliti mengenai lingkungannya. Dalam struktur
bahasalah terkandung berbagai informasi penting untuk mendapatkan etnoekologi
masyarakat yang diteliti.
(Pertemuan
ke-6) :
PENDEKATAN
EKOLOGI SILANG BUDAYA
(CROSS
CULTURAL ECOLOGICAL APPROACH)
Penelitian yang menggunakan
pendekatan silang budaya adalah penelitian yang dilakukan oleh :
1.
Netting
Netting melakukan penelitiannya di
kalangan orang Kofyar di Nigeria dari tahun 1960 hingga 1962. Penelitian ini
ditujukan untuk melukiskan sistem pertanian orang Kofyar yang dianggapnya unik
dan sangat terintegrasi. Dia juga menganalisis saling hubungan antara sistem
pertanian mereka dengan latar belakang sosial budaya petaninya dan perhatiannya
lebih diarahkan pada aspek budaya proses adaptasi orang Kofyar. Secara umum
orientasi teoritisnya adalah mencakup pemisahan berbagai unsur lingkungan yang
berkaitan dengan proses adaptasi
manusia dan eksploitasi yang dilakukan oleh manusia, dan hubungan empirik
ciri-ciri mata pencaharian ini dengan pola-pola kebudayaan tertentu.
2.
Walter
Goldschmit
Di awal tahun
60-an Walter Goldschmit mengetuai sebuah proyek bernama “Kebudayaan dan Ekologi
di Afrika Timur”. Tujuan penelitian ini adalah melakukan studi perbandingan
yang terkontrol mengenai perbedaan dalam kebudayaan pada kelompok-kelompok dari
empat macam suku bangsa yang masing-masing mempunyai mempunyai ciri: ada yang
memusatkan pada aktivitas pengembalaan dan yang lain pada kegiatan pertanian.
Orientasi teoritis proyek ini muncul dari usaha menggabungkan teori struktural
fungsional dengan teori evolusi.
Hasil studi
dari proyek penelitian ini menunjukkan bahwa penyesuaian-penyesuaian ekonomi
yang berlaianan antar pengembala dan petani, yang dipengaruhi oleh situasi
lingkungan yang berbeda, memang telah menghasilkan nilai-nilai, sikap dan
ciri-ciri kepribadian yang berbeda pula.
Dari kedua penelitian yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil kedua penelitian
tersebut adalah sama-sama mengkaji mengenai cara masyarakat mempertahankan
hidupnya yaitu terdapat adanya pola adaptasi masyarakat yang berbeda terhadap
lingkungan. Lingkungan yang berbeda akan menghasilkan adaptasi yang berbeda
pula. Karena tuntutan dari setiap lingkungan berbeda-beda terhadap manusianya.
-
Membandingkan
antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya, yang dibandingkan
adalah unsur-unsur kebudayaannya.
-
Membandingkan
sistem-sistem tertentu dengan sistem yang lain dalam kebudayaan
-
Membandingkan
hasil kebudayaan.
Adaptas adaptasi
Dalam pendekatan antropologi ekologi silang budaya tujuan membandingkan antara
satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain adalah dikarekan kebudayaan
disetiap masyarakat mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda.
Karakteristik yang berbeda ini pulalah yang mempengaruhi perbedaan pola pikir
dan tindakan (kebudayaan materi dan kebudayaan non materi) dalam masing-masing
masyarakat.
Selain itu perbedaan ciri khas yang
dimiliki oleh masing-masing kebudayaan juga mempengaruhi bagaimana interaksi
manusia dengan lingkungan. Terutama dalam hal beradaptasi dengan lingkungan
baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial.
Perbedaan pendekatan ekologi silang
budaya dengan pendekatan etnoekologi adalah :
1.
Pendekatan
etnoekologi lebih menekankan kepada linguistik atau bahasa yang dimiliki dalam
suatu masyarakat. Untuk meneliti suatu masyarakat tertentu peneliti terlebih
dahulu harus memahami bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang akan
ditelitinya. Artinya pendekatan ini lebih memusatkan pada satu perhatian dalam
memahami masyarakat yaitu bahasa yang dimiliki sebagai salah satu wujud dari
kebudayan yang dimilikinya. Dan menurut pendekatan ini bahasa yang dimiliki
akan menunjukkan perilaku apa nantinya yang akan dilakukannya dalam beradaptasi
dengan lingkungan.
2.
Sedangkan
pendekatan ekologi silang budaya tidak berpusat pada unsur bahasa saja. Namun
karena dipengaruhi oleh teori fungsionalisme dan evolusi, maka pendekatan ini
melihat lebih banyak unsur budaya dalam masyarakat seperti mata pencaharian,
teknologi, ekonomi yang terwujud dalam satu sistem kebudayaan dalam masyarakat
yang akan mempengaruhi bagaimana manusia beradaptasi dengan lingkungannya.
(Pertemuan ke-7)
TEORI
EKOSISTEMIK MATERIALISTIK
Pendekatan ini penekanannya adalah
pada perilaku fisik manusia yang nyata, bagaimana manusia secara langsung
mempengaruhi dan mengubah lingkungannya. Pendekatan ini melihat tingkah laku
manusia yang dapat dilihat dan diukur dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Pendekatan ini dipengaruhi aliran neo-fungsionalisme, yang mana pendekatan ini
melihat sistem yang ada dalam masyarakat. untuk mengkaji suatu masyarakat maka
perlu mengkaji semua sistem, hal ini bertujuan untuk menjelaskan unsur-unsur
kebudayaaan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi lingkungan ataupun
sebaliknya. oleh karena itulah pendekatan ini adalah pendekatan yang mengkaji
hubungan manusia, lingkungan dan kebudayaan secara holistik. Berbeda dengan
pendekatan etnoekologi yang sebelumnya, pendekatan etnoekologi hanya mengungkap
istilah lokal melalui klasifikasi bahasa yang dimiliki oleh masyarakat.
etnoekologi hanya melihat satu unsur kebudayaan saja. Sedangkan ekosistemik ini
adalah melihat keseluruhan unsur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
sebagai sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain dan tidak bisa dilihat
secara terpisah dalam mengkaji masyarakat. .
Contoh
penelitian dengan pendektan ekosistemik :
Propinsi Sumatera Selatan tepatnya
di daerah Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Lahat, dan Kabupaten Musi Rawas
merupakan obyek yang tepat untuk dikaji atau dianalisis dengan persfektif atau
sudut pandang ilmu antropologi ekologi, karena disana ditemukan fenomena
ekologi dan interaksi dengan perilaku manusia. Yang menarik dari tempat
tersebut, banyak sekali didirikan tambang migas seperti PT Pertamina,
Haiburton, PT Medco dan perusahaan perkebunan seperti PT Musi hutan persada, PT
Citra future, PT London sumatera, PT Eka jaya dan Multarada Multi Maju, yang
hampir semuanya saham yang dimiliki berasal dari saham asing. Permasalahan yang
terjadi akibat dari banyaknya didirikan perusahaan sekarang ini yaitu bagaimana
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dan berbagai perusahaan sebagai wujud
streategi dalam mengeksploitasi, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan serta
budaya.
Permasalahan lingkungan hidup dan
dampak pembangunan membuat berbagai paradigma untuk mengkaji interaksi manusia
dan lingkungan. Seperti yang diungkapkan Steward mengenai bagaimana interaksi
antara kebudayaan dan lingkungan dapat dianalisis dalam kerangka sebab akibat
tanpa harus terpeleset ke dalam partikularisme.
Tinga langkah dasar dalam studi
ekologi budaya yang menurut steward perlu diikuti :
1.
Melakukan
analisis terhadap hubungan antara lingkungan dan teknologi pemanfaatan.
2.
Melakukan
analisis terhadap pola-pola perilaku dalam pemanfaatan suatu kawasan tertentu
yang menggunakan teknologi tertentu.
3.
Melakukan
analisis terhadap tingkat pengaruh dari pola-pola perilaku dalam pemanfaatan
lingkungan terhadap aspek lain dari kebudayaan.
·
Hubungan
lingkungan dan teknologi pemanfaatan
Sumatera Selatan khususnya di daerah
segi tiga emas hitam selain menyimpan berbagai kandungan bumi, tempat itu juga
merupakan daerah yang subur. Rata-rata pada masyarakat setempat masih
mneggunakan teknologi tradisional untuk memanfaatkan lingkungannya atau
berinteraksi dengan alam. Kondisi geografis pun mendukung yaitu berupa
hutan-hutan dan sungai-sungai yang mampe memobilitas masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya.
Seiring masuknya
perusahaan-perusahaan besar yang bergerak dalam pertambangan atau perkebunan,
masyarakat setempat pun mulai bergeser perubahan sosialnya. Dengan kemunculan
perusahaan-perusahaan tersebut ada dampak positif yaitu kalau dahulu mereka
mengangkut barang dagangan harus melalui sungai dengan waktu tempuh yang cukup
lama, dengan dibangunnya perusahaan dan jalan darat maka masyarakat diberi
kemudahan untuk membawa barang dagangannya melalui jembatan darat yang lebih
cepat.
·
Pola-pola
perilaku dalam pemanfataan suatu kawasan tertentu
Ada dampak positif dari keberadaan
tambang minyak dan industri bagi penduduk, yaitu sarana transportasi jauh lebih
mudah dan perkampungan menjadi lebih ramai. Dari kemunculan
perusahaan-perusahaan tersebut juga membuat karakter masing-masing daerah atau
perkampungan menjadi berbeda. Talang, pemukimannya dimana sebagian besar
penduduknya menempati rumah yang ada hanya sebagai tempat transit bagi mereka
ketika mereka bekerja di ladang atau di kebun. Dusun, pemukiman sebagai
perkembangan lebih lanjut dari talang, sebagian besar penduduknya sudah menetap
di lokasi itu. Desa, kesatuan dari dua atau beberapa dusun yang sebenarnya
lebih bersifat polis administratif.
Dengan adanya campur tangan
pemerintah yang dulunya tempat-tempat pemukiman masih asri sekarang menjadi
terpetak-petak dan malah terjadi perambahan hutan untuk pembangunan pemukiman
baru yang telah dirancang oleh pemerintah.
Penelitian ini melihat seluruh unsur
kebudayaan masyarakat Sumatera Seltan secara holistik, yaitu karena adanya
pembangunan perusahaan-perusahaan besar mendorong masyarakat untuk berubah.
Dari masyarakat tradisioanal ke masyarakat modern. Penelitian ini juga melihat
perbedaan aktivitas perdagangan masyarakat, dan berbagai pola-pola perubahan di
masyarakat tersebut.
(Pertemuan ke-8)
ANTROPOLOGI
EKOLOGI BARU
Pelopor mengenai antropologi ekologi
baru adalah Vayda. Pada tahun 1975, bersama dengan Bonnie McCay, salah seorang
mahasiswinya, Vayda menulis sebuah artikel mengenai arah-arah baru dalam
ekologi dan antropologi ekologibdimana mereka juga memperkenalkan pendekatan
antropologi ekologi yang baru.
Sebelumnya mengenai antropologi
ekologi baru sudah tampak pada karya-karya Vayda sebelumnya yaitu artikel
tentang peperangan. Ia memfokuskan pada fungsi peperangan sebagai mekanisme
penyeimbang dalam hubungan antara manusia dan lingkungannya. Dalam artikel ini
Vayda membahas bahwa fungsi peperangan dipandang sebagai salah satu dari jumlah
proses adaptasi manusia terhadap kekacauan yang terjadi di lingkungannya.
Antropologi ekologi baru muncul
untuk mengkritik kelemahan pendekatan neo-fungsional, yakni :
1.
Penekanan
yang berlebihan pada faktor energi
2.
Ketidak
mampuannya menjelaskan gejala-gejala kultural
3.
Keasyikannya
dengan keseimbangan-keseimbangan yang statis
4.
Ketidak
jelasannya mengenai unit analisis yang tepat
(Pertemuan ke-9)
METODE
PROGRESSIVE CONTEXTUALIZATION
Metode progressive contextualization
atau kontekstualisasi terus-menerus. Adapun ciri-ciri dari metode ini adalah :
1.
Peneliti
harus terjun langsung ke lapangan untuk meneliti atau disebut observasi partisipasi.
2.
Berfokus
pada : aktivitas manusia dengan permasalahan yang spesifik dengan mengemukakan
faktor penyebab eksternal dan internal
3.
Bersifat
holistik : melihat secara keseluruhan gejala yang diteliti dengan mengkaji
sedalam-dalamnya permasalahan yang diteliti
Dalam penelitian antropologi ekologi
yang menggunakan metode ini, yang paling
penting adalah peneliti harus mampu mengungkap ‘faktor eksternal’ dan ‘faktor
internal’ yang tujuannya adalah hasil penelitian bersifat holistik yaitu dengan
cara melihat keseluruhan aspek kehidupan masyarakat dengan mengaitkan
keseluruhan aspek kehidupan masyarakat yang diteliti dengan permasalahan
lingkungan yang terjadi.
Catatan bagi peneliti yang
menggunakan metode ini dalam penelitian antropologi ekologi adalah jangan
menanyakan “sebaiknya” tapi tanyakan “kenapa”. Tujuannya adalah untuk
mengungkapkan sedalam-dalamnya permasalahan yg terjadi di lingkungan yang
diteliti. Selain itu lakukanlah penelitian ini secara berkelanjutan agar
penelitian ini bisa mengungkap faktor eksternal dan faktor internal di balik
masalah yang diteliti.
(Pertemuan ke-10)
KEBUDAYAAN
DAN MASALAH LINGKUNGAN
Kasus : Sungai Ciliwung (Heddy Shri
Ahimsa Putra)
Permasalahan kali ciliwung adalah
permasalahan lingkungan yang tidak pernah terselesaikan di Indonesia. Kali
ciliwung merupakan sumber kehidupan bagi orang-orang yang tinggal disekitarnya,
air sungai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi,
mencuci, dll. Kondisi air kali ciliwung sebenarnya berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan oleh ahli biologi, kimia membuktikan bahwa air kali sungai
ciliwung sudak tercemar dan tidak layak untuk digunakan untuk lagi. Pencemaran
air sungai ciliwung bersumber dari pencemaran limbah pabrik, kotoran manusia,
dan sampah. Namun ironisnya meskipun warga disekitar kali ciliwung mengetahui
bahwa sebenarnya airnya sudah tercemar, akan tetapi mereka masih saja
menggunakannya untuk sumber kehidupan.
Untuk mengatasi masalah ini
pemerintah juga telah berusaha memecahkannya, namun tidak pernah tuntas sampai
sekarang. Kondisi air ciliwung yang telah tercemar dan tidak layak digunakan
telah dibuktikan dengan berbagai penelitian seperti ahli biologi dan kimia
seperti yang telah disebutkan di atas. Namun, meskipun begitu masyarakat tidak
tau menau dengan kondisi air ciliwung, bagi mereka yang terpenting air ciliwung
masih bisa mereka gunakan sehari-hari.
Pemecahan masalah lingkungan
tersebut jika dikaji dengan pendekatan antropologi ekologi, maka yang penting
untuk dikaji bukan lagi sosialisai bahwa air ciliwung sudah tercemar kepada
warga disekitarnya, karena walaupun tercemar mereka masih tetap menggunakan
airnya. Tapi ada yang lebih penting lagi yang harus dikaji yaitu mengenai
orang-orang yang tinggal disekitarnya. Hal ini terkait dengan pertanyaan kenapa
mereka masih menggunakan air ciliwung. Yang perlu diperdalami lagi adalah
bagaimana dengan kebudayaan masyarakat di sekitar kali ciliwung. Karena
kebudayaan menyangkut dengan pengetahuan yang mereka miliki yang mempengaruhi
pola pikir dan pola tindakan mereka. Jika aspek kebudayaan yang dikaji kita
bisa menemukan penyebab kenapa mereka masih menggunakan air ciliwung yang sudak
tercemar. Bisa saja bagi mereka air yang sudah tercemar bukanlah sebuah ukuran
untuk melihat air bersih yang layak untuk digunakan. Namun bagi mereka meskipun
air itu sudah tercemar jika masih bisa mereka manfaatkan untuk kehidupan
sehari-hari, maka mereka akan menggunakannya. Pengetahuan mereka tersebut
sebenarnya terkait dengan konsep “bersih” dan “sehat” yang merupakan bagian dari pengetahuan yang
mereka miliki.
Bersih menurut masyarakat yang
tinggal di sekitar sungai Ciliwung adalah apabila sungai Ciliwung tidak
terjadinya bencana banjir yang menyebabkan air mengandung lumpur karen apada
saat kondisi air seperti inilah yang mereka sebut dengan “kotor" namun,
apabila air sungai ciliwung keruh dan tidak mengandung lumpur mereka masih
menganggap air itu bersih dan dapat digunakan untuk keperluan sehari (mandi
cuci kakus).
Selain konsep bersih konsep
“tercemar” yang dianut masyarakat disekitar ciliwung adalah bahwa meskipun
berbagai penelitian menyatakan bahwa sungai ciliwung sudah tercemar dan
terkontaminasi tapi bagi mereka air ciliwung tidak tercemar, karena menurut mereka
setelah bertahun-tahun mereka menggunakan air ciliwung untuk keperluan
sehari-hari mereka tidak pernah sakit. Artinya bagi mereka air ciliwung tidak
tercemar apa-apa dan masih layak digunakan untuk keperluan sehari-hari.
(Pertemuan
ke-12)
PENELITIAN :
PERILAKU EKSPLOITASI SUMBER DAYA TAKA
DAN KONSEKUENSI LINGKUNGAN DALAM KONTEKS INTERNAL DAN EKSTERNAL : STUDI KASUS
PADA NELAYAN PULAU SEMBILAN
(Oleh :
Munsi Lampe, Sjafri Sairin, Heddy Shri Ahimsa Putra)
Nelayan di Pulau Sembilan terbagi ke dalam tiga kategori
:
1.
Nelayan
tradisional yang menggunakan tembikar untuk menangkap ikan di laut, para
nelayan ini mengandalkan ketahanan fisik dalam bekerja.
2.
Nelayan yang
menangkap ikan dengan menangkap ikan dengan bom
3.
Nelayan yang
menangkap ikan dengan menggunakan bius
Perkembangan cara nelayan dalam
menangkap ikan seprti yang disebutkan di atas adalah akibat dari berbagai
faktor yang mempengaruhi cara pandang cara bertingkah laku terhadap alam,
sehingga akhirnya menimbulkan perilaku eksploitasi terhadap sumber daya alam.
Menurut penelitian ini nelayan Pulau
Sembilan mempunyai prinsip bahwa SDA yang tersedia di sekeliling mereka adalah
anugerah tuhan yang harus dimanfaatkan untuk mempertahankan kehidupan. Pada
awalnya mereka hanya menggunakan alat tradisional seperti tembikar untuk
menangkap ikan di laut. Namun, seiring dengan adanya kedatangan pedagang dari
Hongkong, Singapura dan Cina yang masuk ke wilayah ini, nelayan Pulau Sembilan
diperkenalkan dengan teknologi baru tentang cara menangkap ikan dengan hasil
tangkapan yang banyak dan lebih efisien juga tentunya akan mendapatkan
keuntungan yang besar dari hasil tangkapan yang banyak.
Nelayan Pulau Sembilan diperkenalkan
dengan cara menangkap ikan menggunakan bom dan bius. Cara ini memang mendatangkan
profit yang lebih besar bagi nelayan selain itu mereka juga bisa memenuhi
kebutuhan pasar internasional. Namun, dari pemanfaatan teknologi penangkapan
ikan dengan menggunakan bom dan bius telah merusak ekosistem laut dan perilaku
ini dapat digologkan ke dalam eksploitasi terhadap sumber daya alam.
Penangkapan dengan cara ini telah merusak ekosistem terumbu karang yang ada di
daerah tersebut yang biasa disebut “taka “ oleh masyarakat Pulau Sembilan.
Akibat dari penangkapan ikan dengan cara di bom dan bius yang menggunakan racun
kimia, ekosistem taka yang ada di daerah ini juga terancam mati akibat bahan
kimia yang dipakai.
Dengan menggunakan metode
progressive contextualization dalam penelitian ini. Peneliti mengungkapkan
bahwa terdapat faktor eksternal dan faktor internal yang menyebabkan terjadinya
perilaku eksploitasi sumber daya alam di Pulau Sembilan, faktor tersebut adalah
:
1.
faktor eksterrnal
-
Adanya
kedatangan pedagang dari Hongkong, Singapura dan Cina ke daerah ini yang telah
memperkenalkan cara-cara baru dengan memanfaatkan teknologi dalam menangkap
ikan yaitu dengan menggunakan bom dan bius menyebabkan terjadinya perilaku
eksploitasi alam oleh nelayan pulau Sembilan. Pedagang dari luar ini pertama
memperkenalkan cara ini kepada pemilik modal nelayan di Pulau Sembilan,
kemudian pemilik modal inilah yang memperkenalkan cara ini kepada nelayan yang
bekerja di laut.
-
Adanya
tuntutan pasar internasional terhadap hasil laut yang menyebabkan nelayan
mencari cara yang lebih efisien dalam menangkap ikan agar memperoleh hasil yang
lebih banyak untuk sebuah keuntungan yang akan didapat.
2.
Faktor
internal
-
Adanya
istilah “bagawa” dan “sawi” yaitu sebutan untuk “pemilik modal” dan
“budak/nelayan yang turun ke laut. Bagawa adalah pemilik modal yang berasal
dari anggota masyarakat Pulau Sembilan yang mendanai nelayan untuk menagkap
ikan dengan cara bom dan bius. Sehingga dengan adanya bagawa inilah nelayan
biasa mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi seperti ini. Akhirnya cara
inilah yang mendatangkan perilaku eksploitasi terhadap “taka” yang ada di laut
Pulau Sembilan.
(Pertemuan ke-13)
EKOLOGI
PERLADANGAN MASYARAKAT BADUY
Mata pencaharian utama penduduk
Baduy adalah berladang, sedangkan mata pencaharian lainnya seperti berburu
binatang dan membuat kerajinan. Daerah Baduy wilayahnya berbukit-bukit dengan
memiliki lembah yang curam sedang, sampai curam sekali. Tataguna lahan pada
masyarakat Baduy terbagi tiga (1) zona di daerah kaki bukit biasanya daerahnya
datar yang digunakan sebagai daerah pemukiman, (2) daerah lereng bukit yang
digunakan untuk lahan pertanian intensif seperti ladang atau perkebunan, (3)
daerah puncak bukit yang merupakan daerah yang sangat dilindungi.
Aktifitas berladang masyarakat Baduy
dilakukan mengkuti kalender atau penanggalan yang telah mereka buat sendiri.
Menggarap ladang pada masyarakat Baduy secara umum terbagi pada enam tahapan,
yaitu :
1.
Menetapkan
lahan garapan
Setiap tahun masyarakat Baduy akan
menggarap lahan baru, sebelum tiba waktunya mulai berladang, mereka harus
mempersiapkan yaitu mencari lahan-lahan hutan untuk dibuka dan lahan lama yang
sudah mereka tinggalkan selama tiga tahun untuk dibuka kembali. Lahan yang
mereka garap sesuai dengan tanaman apa yang akan mereka tanam.
2.
Menyiapkan
lahan garapan
Ada dua tahap untuk menyiapkan lahan
garapan, pertama menebang tumbuhan semak-semak belukaristilahnya disebut
nyacar. Kedua memangkas ranting-ranting pohon besar dan cabang-cabang pohon,
serta menebang pilih jenis pohon tertentu, istilahnya nuar.
3.
Tanam
pada lahan
ladang, yang paling awal ditanam adalah pisang. Pisang ditanam pada saat
pekerjaan mengeringkan sisa-sisa penebangan. Tanaman selanjutnya yang ditanam
adalah padi. Tanaman padi di ladang dilakukan pada bulan Sembilan. Pada saat
bersamaan dengan tanam padi, ditanam pula jenis-jenis tanaman lainnya, yaitu
kacang penyut, hiris, cengek, hanjeli, kunyit, terong, jagung, mentimun, kepes
kacang jerami, kacang belendung, ubi manis, talas, emes, dan labu.
4.
Masa
pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan utama di ladang adalah
menyiangi tumbuhan penganggu berupa rumput-rumput liar. Pada saat padi berumur
dua bulan dilakukan pula kegiatan mengobati padi dengan cara menaburkan abu
sisa-sisa pembakaran yang sebelumnya telah diberi mantra-mantra.
5.
Panen hasil
Masa panen di ladang dilakukan
secara bergilir. Jenis tanaman pertama yang di panen adalah terong dan jagung.
Selanjutnya panen trubus dan mentimun besar, bersamaan dengan panen padi,
dipanen jenis tanaman lain seperti kacang penyut, hanjeli, kunyit, ubi jalar
dan lain-lainnya.
Sebelum
dilakukan panen padi, dilakukan terlebih dahulu upacara khusus yang disebut
upacara mipit pare, yaitu pemotongan padi induk yaitu padi awal yang ditanam
diladang oleh kepala keluarga peladang. Cara menuai padi dilakukan dengan cara
sederhana menggunakan ani-ani.
6.
Menyimpan
hasil
Padi yang telah beberapa hari disimpan
di lantayan dan telah kering lalu disimpan di dangau dengan cara ditumpuk
secara teratur. Tahap berikutnya tali bambu pengikat padi diganti dengan yang
baru dan padi siap di angkut ke kampong untuk disimpan di lumbung padi.